Pelapisan Sosial Dan Kesamaan
Derajat
masyarakat adalah sekumpulan manusia
yang hidup bersama, bercampur untuk waktu yang cukup lama, sadar bahwa mereka
merupakan suatu kesatuan dimana mereka merupakan sistem hidup bersama. pelapisan
sosial adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara
bertingkat (hierarchies).
Yang dimaksud
dengan kedudukan adalah tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok
sosial. Dalam kenyataannya setiap individu
memiliki lebih dari satu kedudukan. Budi, misalnya sebagai kepala keluarga
mempunyai status sebagai kepala keluarga, ataupun status sebagai anak dari
orang tua, bisa juga status sebagai pegawai.
Terjadinya pelapisan sosial
1. Terjadi dengan sendirinya.
Proses ini berjalan sesuai dengan
pertumbuhan masyarakat itu sendiri. tetapi berjalan secara alamiah dengan
sendirinya. Oleh karena sifanya yang tanpa disengaja inilah maka bentuk
pelapisan dan dasar dari pada pelaisan ini bervariasi menurut tempat, waktu dan
kebudayaan masyarakat dimanapun sistem itu berlaku
2. Terjadi
dengan disengaja
Sistem palapisan ini disusun dengan
sengaja ditujuan untuk mengejar tujuan bersama. Didalam pelapisan ini
ditentukan secar jelas dan tegas. jelas bagi setiap orang yang ditempat mana letakknya
kekuasaan dan wewenang yang dimiliki dan dalam organisasi baik secar vertical
maupun horizontal.
Didalam sistem organisasi yang disusun dengan cara ini
mengandung dua sistem ialah :
- sistem
fungsional ; merupakan pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya
berdampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan yang sederajat, misalnya
saja didalam organisasi perkantoran ada kerja sama antara kepala seksi, dan
lain-lain
- sistem
scalar : merupakan pembagian kekuasaan menurut tangga atau jenjang dari bawah
ke atas (vertikal
Pembagian sistem Pelapisan Menurut Sifatnya
Menurut sifatnya maka sistem pelapisan dalam masyarakat
dapat dibedakan menjadi :
1. sistem pelapisan masyarakat
yang tertutup
Didalam sistem ini perpindahan anggota masyarakt kepelapisan
yagn lain baik ke atas maupun ke bawah tidak mungkin terjadi, kecuali ada
hal-hal yang istimewa. Sistem
pelapisan tertutup kita temui misalnya di India yang masyaraktnya mengenal
sistem kasta
2. sistem pelapisan masyarakat yang
terbuka
Didalam sistem ini setiap anggota masyarakat memiliki
kesempatan untuk jatuh ke pelapisan yang ada dibawahnya atau naik ke pelapisan
yang di atasnya. misalnya
didalam masyarakat Indonesia sekarang ini. Setiap orang diberi kesempatan untuk
menduduki segala jabatan bisa ada kesempatan dan kemampuan untuk itu. Status
(kedudukan)
yang diperoleh berdasarkan atas usaha sendiri diebut “achieved status”
Kesamaan
Derajat
Cita-cita kesamaan derajat sejak
dulu telah diidam-idamkan oleh manusia. Agama mengajarkan bahwa setiap manusia
adalah sama. PBB juga mencita-citakan adanya kesamaan derajat. Terbukti dengan
adanya universal Declaration of Human Right, yang lahir tahun 1948 menganggap
bahwa manusia mempunyai hak yang dibawanya sejak lahir yang melekat pada
dirinya. Beberapa hak itu dimiliki tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras,
agama atau kelamin, karena itu bersifat asasi serta universal.
Indonesia, sebagai Negara yang lahir
sebelum declaration of human right juga telah mencantumkan dalam paal-pasal UUD
1945 hak-hak azasi manusia.
Elite dan
Massa
elite dimaksudkan: posisi di dalam masyarakat di puncak struktur struktur
sosial yang terpenting, yaitu posisi tinggi di dalam ekonomi, pemerintahan,
aparat kemiliteran, politik, agama, pengajaran, dan pekerjaan-pekerjaan dinas. Tipe masyarakat dan sifat kebudayaan sangat menentukan watak
elite. Dalam masyarakat industri watak elitnya berbeda sama sekali dengan elite
di dalam masyarakat primitive.
Di dalam suatu pelapisan masyarakat
tentu ada sekelompok kecil yang mempunyai posisi kunci atau mereka yang
memiliki pengaruh yang besar dalam mengambil berbagai kehijaksanaan..
Ada dua kecenderungan untuk
menetukan elite didalam masyarakat yaitu : perana menitik beratakan pada fungsi
sosial dan yang kedua, pertimbangan-pertimbangan yang bersifat moral.
Isilah massa dipergunakan
untuk menunjukkan suatu pengelompokkan kolektif lain yang elementer dan
spotnan, Massa diwakili oleh orang-orang yang berperan serta dalam perilaku missal seperti
mereka yang terbangkitkan minatnya oeleh beberap peristiwa nasional,.
Cirri-ciri massa adalah :
1. Keanggotaannya berasal dari semua
lapisan masyarakat atau strata sosial,
misalnya orang-orang yang sedang mengikuti peradilan tentang
pembunuhan misalnya malalui pers
2. Massa merupakan kelompok yagn
anonym, atau lebih tepat, tersusun dari individu-individu yang anonym
3. Sedikit interaksi atau bertukar
pengalaman antar anggota-anggotanya
Dalam ajaran agama Hindu (agama
mayoritas di Bali), setahu saya ajaran tentang kasta (Catur Wangsa) tidaklah
ada, yang ada adalah Catur Warna. Dan menurut apa yang pernah saya baca, baik
di internet, koran atau pun lainnya, konon sistem kasta baru ada semenjak abad
ke 14.
Sistem Catur Warna diubah oleh Belanda yang dulu menjajah
Indonesia, tujuannya yaitu untuk memecah belah kekuatan di masyarakat, yaitu
dengan semakin memperlebar jarak antara Raja dan rakyatnya, memecah masyarakat
ke dalam kelompok-kelompok kasta, salah satu trik adu domba.
Itu sedikit sejarah yang saya tahu. Lalu bagaimana dengan
keadaan saat ini? Saat ini masalah kasta tentu saja masih menjadi pro dan
kontra. Ada yang masih begitu fanatik dengan kasta namun ada juga yang bersikap
biasa saja dan tidak terlalu peduli masalah kasta.
Saat ini bisa dikatakan kasta di Bali yang saya tahu terdiri
dari 3 bagian yaitu :
Golongan 1 : Ida Bagus dan lainnya
Golongan 2 : Cokorda, Anak Agung, Gusti dan lainnya
Golongan 3 : Tidak berkasta
Kasta Dalam Kehidupan Sehari-Hari :
Dalam kehidupan sehari-hari, pada umumnya mereka yang berkasta
menggunakan bahasa Bali halus untuk berkomunikasi dengan kasta yang selevel dan
level di atasnya. Sementara ketika berbicara dengan berkasta lebih rendah, yang
memiliki kasta lebih tinggi kadang dianggap bisa menggunakan bahasa yang biasa
atau lebih kasar.
Dalam kegiatan sosial masyarakat, mereka yang berkasta lebih
tinggi juga biasanya lebih dihormati, salah satunya ditunjukkan dengan bahasa
seperti yang saya katakan diatas. Apalagi mereka yang berkasta itu kebetulan
secara ekonomi lebih mampu alias kaya.
Tentu tidak semua orang seperti itu, banyak juga mereka yang
tidak berkasta namun tetap dihormati. Dan kembali juga kepada masing-masing
orang karena pada kenyataannya tidak ada aturan yang mengharuskan seseorang
hormat kepada mereka yang berkasta.
Pernikahan
Dalam urusan pernikahan, kasta sangat sering menimbulkan pro
dan kontra bahkan kadang menjadi masalah atau batu sandungan. Sama seperti
pernikahan beda agama, di Bali pernikahan beda kasta juga biasanya dihindari.
Walaupun jaman sudah semakin terbuka, tapi pernikahan beda kasta yang
bermasalah kadang masih terjadi.
Di Bali umumnya pernikahan bersifat patrilineal. Jadi
seorang perempuan setelah menikah dan menjadi istri akan bergabung dengan
keluarga suaminya. Nah, dalam pernikahan beda kasta, seorang perempuan dari
kasta yang lebih rendah sudah biasa jika dijadikan istri oleh lelaki dari kasta
yang lebih tinggi. Bahkan pihak keluarga perempuan kadang ada rasa bangga.
Lalu bagaimana jika seorang perempuan berkasta menikah
dengan lelaki tidak berkasta atau dengan lelaki yang kastanya lebih rendah? Ini
istilahnya nyerod atau turun kasta. Pernikahan seperti sangat dihindari dan
kalaupun terjadi biasanya dengan sistem ngemaling yaitu menikah dengan
sembunyi-sembunyi. Karena pernikahan nyerod seperti ini biasanya tidak akan
diijinkan oleh keluarga besar pihak perempuan.
Jadi kalau mau mengikuti tradisi diatas, semakin tinggi
kasta perempuan maka semakin sempit pula peluang mereka untuk memilih jodoh.
Kasus nyerod sangat jarang, jadi jarang ada lelaki biasa (tidak berkasta)
memiliki istri yang berkasta.
Tapi anehnya, dibandingkan dengan kasus nyerod, masyarakat
sepertinya lebih terbiasa dan bisa menerima melihat perempuan yang menikah
dengan lelaki yang bukan orang Bali/Hindu. Entahlah.
sistem patrilineal ini juga menyebabkan orang Bali secara
tidak langsung lebih menginginkan anak laki-laki daripada anak perempuan. Ya
walaupun tidak semua orang tua seperti itu.
Bagaimana jika tidak memiliki anak laki-laki? Ada juga
sistem pernikahan matrilineal. Yaitu pihak lelaki yang akan bergabung dengan
keluarga perempuan. Istilahnya nyentana atau nyeburin, saat ini juga cukup
lumrah terjadi.
Kalau pernikahan nyeburin atau nyentana ini terjadi dalam
satu tingkatan kasta yang sama, biasanya tidak akan ada masalah. Tapi bagaimana
kalau beda kasta? Pernikahan nyentana dengan kasta berbeda sangat jarang
terjadi, karena baik naik kasta atau pun turun kasta akan terlihat aneh di
masyarakat.
Misalnya saja si Wayan yang nyentana yaitu menikah pihak
perempuan yang berkasta, ini sangat sulit. Pertama, pihak keluara perempuan
biasanya tidak akan menerima. Masyarakat di sekitar juga nanti bingung, apakah
si Wayan akan naik kasta menjadi berkasta seperti istrinya atau tetap tidak
berkasta. Lalu ketika mereka punya anak, apa kastanya ?
Itu yang naik kasta, lalu bagaimana dengan turun kasta?
Misalnya seorang lelaki berkasta menikah nyentana ke perempuan yang tidak
berkasta. Berarti lelaki tersebut akan kehilangan kastanya. Hal ini biasanya
tidak akan diijinkan oleh keluarga pihak lelaki. Jadi, berkaitan dengan kasta,
pernikahan model nyentana akan ribet kalau terjadi dengan berbeda kasta.
Nama
Nama orang Bali pada umumnya memiliki kaitan erat dengan
kasta, karena pada nama orang Bali biasanya akan terlihat apa kastanya. Imbuhan
kasta ini akan terlihat di bagian awal nama. Saya sudah menulis khusus tentang
keunikan nama orang Bali, silahkan simak di link di bawah ini.
Nah karena ada imbuhan kasta seperti, walaupun jarang namun
ada juga yang mengeluh karena nama menjadi cukup panjang. Belum lagi
permasalahan yang timbul karena adanya perbedaan nama kasta antara orang tua
dan anaknya.
Tidak seperti di daerah lain, di Bali umumnya seorang anak
kastanya harus sama dengan orang tuanya. Jadi seorang anak tidak boleh diberi
nama dengan awalan Anak Agung di depannya kalau orang tuanya bukan dari kasta
tersebut.
Pembahasan
Dari teori di atas dapat saya ambil kesimpulan bahwa pada
umumnya di Bali masih menggunakan sistem kasta, saya sendiri tidak mengatakan
bahwa sistem seperti ini buruk dan harus di tinggalkan karena merupakan suatu
sejarah yang sudah lama melekat bagi orang bali meskipun bagi orang biasa
seperti saya sistem kasta berkesan membeda bedakan manusia sesuai kelasnya dan
sebaiknya tidak melihat orang dari apa kastanya.
Penutup
Kesimpulan dari pembahasan kali ini adalah :
1. Bahwa Sistem pelapisan sosial masih ada di beberapa
daerah dan kita patut menghormatinya karena merupakan suatu sejarah yang lekat.
2. Dalam bermasyarakat kesamaan derajat adalah mutlak dengan
catatan ialah dimata Tuhan yang maha esa manusia tidak dibedakan antara satu
dengan yang lainnya.