KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumWr.Wb.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan bimbinganNya dalam menyelesaikan
pembuatan makalah tentang “Penalaran, Berfikir Deduktif Dan Berfikir Induktif”.
Makalah ini kami buat berdasarkan tugas softskill yang diberikan oleh dosen
Mata Kuliah Bahasa Indonesia 2. Tugas makalah ini kami tunjukan untuk kami
sendiri sebagai mahasiswa yang belajar mamahami mengenai Penalaran, kemudian
untuk dosen pengajar kami.
Penulis sadar
betul bahwa penulisan ini jauh dari sempurna oleh karenanya, penulis sangat
menghargai kritik maupun saran yang berguna bagi perbaikan pada penulisan
berikutnya.
Pada akhirnya penulis berharap
semoga penulisan ini berguna bagi pembaca pada umumnya dan pecinta ilmu
pengetahuan pada khususnya.
Wassalamu’alaikumWr.Wb.
Bekasi, 20
Maret 2015
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Latar Belakang Penalaran adalah proses
berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang
menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang
sejenis juga akat terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan
sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan
sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang
disebut menalar. Selain penalaran bagian dari penalaran yaitu penalaran
deduktif dan induktif akan kita ketahui
pada makalah ini serta bagaimana cara menarik simpulan dengan cara langsung dan
tidak langsung.
B. Tujuan Penulisan Masalah
Makalah ini dibuat bertujuan untuk
peningkatan mutu dalam penggunaan Bahasa Indonesia dalam menguasai kemampuan
berfikir, bersifat rasional dan dinamis berpandangan untuk menganalisa
konsep penalaran yang bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang
akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah. Selain itu untuk
memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia 2.
C. Rumusan Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan Penalaran Deduktif?
2. Apakah
yang dimaksud dengan Penalaran Induktif ?
D. Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui definisi Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif.
2. Memahami
arti Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif.
3. Mampu menjelaskan Penalaran Deduktif
dan Penalaran Induktif.
E.
Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan penulis dalam penyusunan
makalah ini, sangat sederhana. Penulis mengumpulkan informasi dari beberapa
media internet dalam mengumpulkan data.
F.
Sistematika
Makalah ini dibagi menajdi dua poin
pembahasan. Yang pertama, mengenai apa yang dimaksud dengan Penalaran Deduktif.
Yang kedua, mengenai apa yang dimaksud dengan penalaaran Induktif.
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN PENALARAN
Penalaran adalah proses berpikir
yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep
dan pengertian. Dalam pengertian yang lain penalaran adalah suatu proses
berfikir untuk menghubung- hubungkan data atau fakta yang ada sehingga dapat
disebut dengan logika. Secara umum,
logika dapat didefinisikan sebagai sarana untuk berfikir secara benar atau
salah. Yang mana didalam logika itu, menyatakan, menjelaskan, dan mempergunakan
prinsip- prinsip abstrak dalam merumuskan kesimpulan.
Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga, maka akan
terbentuk proposisi – proposisi yang
sejenis. Berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar,
orang akan menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Dalam
penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut Premis dan hasil kesimpulannya disebut
konklusi. Hubungan antara premis dan konklusi
disebut konsekuensi.
Adapun dalam proses bernalar,
terdapat dua jenis metode yang dapat digunakan, yaitu bernalar secara deduktif
dan benalar secara induktif.
B. BERNALAR
SECARA DEDUKTIF
Deduksi berasal dari bahasa Inggris
deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan-keadaan yang umum,
menemukan yang khusus dari yang umum, lawannya induksi (Kamus Umum Bahasa
Indonesia hal 273 W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006)
Bernalar secara Deduktif adalah
proses penalaran untuk manarik suatu kesimpulan dari suatu prinsip atau sikap
yang berlaku umum untuk kemudian ditarik kesimpulan yang khusus. Kesimpulan
deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yakni dimulai dari hal-hal umum,
Penarikan
simpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan dapat
pula dilakukan secara tidak langsung.
1. Menarik Simpulan secara Langsung
Simpulan (konklusi) secara langsung
atau entimen, adalah suatu proses
penarikan kesimpulan yang ditarik
dari satu premis.
Misalnya:
1) Semua S adalah P. (premis)
Sebagian P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua ikan berdarah dingin. (premis)
Sebagian yang berdarah dingin adalah
ikan. (simpulan)
2) Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Tidak satu pun P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Tidak seekor nyamuk pun adalah lalat. (premis)
Tidak seekor lalat pun adalah nyamuk. (simpulan)
2. Menarik Simpulan secara Tidak
Langsung
Penarikan simpulan secara tidak
langsung atau silogisme, adalah suatu
proses penarikan kesimpulan yang memerlukan dua data sebagai data utamanya.
Dari dua data ini, akan dihasilkan sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah
premis yang bersifat umum dan premis yang kedua adalah premis yang bersifat
khusus.
Untuk menarik simpulan secara tidak
langsung ini, kita memerlukan suatu premis (pernyataan dasar) yang bersifat
umum (PU) dan premis yang kedua bersifat khusus (PK). Sebagai umpama:
PU :
Setiap manusia akan mati
PK :
Pak ujang adalah manusia
K : Pak ujang akan mati
Hal- hal penting yang harus
diperhatikan dalam penyusunan suatu silogisme adalah sebagai berikut:
1. Silogisme terdiri dari tiga
pernyataan.
2. Pernyataan (premis) pertama disebut
premis umum.
3. Pernyataan (premis) kedua disebut
premis khusus
4. Pernyataan ketiga disebut kesimpulan.
5. Apabila salah satu premisnya negatif,
maka kesimpuulannya pasti negatif.
6. Dua premis negatif tidak dapat
menghasilkan kesimpulan.
7. Dari dua premis khusus tidak dapat
ditarik kesimpulan.
Pola penarikan kesimpulan tidak
langsung atau silogisme, dapat dikelompokan kedalam beberapa jenis:
a. Silogisme Kategorial
Yang dimaksud dengan silogisme kategorial adalah, silogisme yang terjadi
dari tiga proposisi (pernyataan). Dua proposisi merupakan premis dan satu
proposisi, merupakan simpulan. Premis yang bersifat umum, disebut premis
mayor. Dan premis yang
bersifat khusus disebut premis minor. Dalam simpulan terdapat subjek dan
predikat. Subjek simpulan disebut term minor dan predikat simpulan
disebut term mayor.
Contoh:
PU : Semua manusia bijaksana.
PK : Semua polisi adalah bijaksana.
K :
Jadi, semua polisi bijaksana.
Untuk
menghasilkan simpulan harus ada term penengah sebagai penghubung antara premis
mayor dan premis minor. Term penengah adalah silogisme diatas ialah manusia.
Term penengah hanya terdapat pada premis, tidak terdapat pada simpulan. Kalau
term penengah tidak ada, simpulan tidak dapat diambil.
Contoh:
PU : Semua manusia tidak bijaksana.
PK : Semua kera bukan manusia.
K : Jadi,
(tidak ada kesimpulan).
Aturan umum
mengenai silogisme kategorial adalah sebsgai berikut:
a) Silogisme harus terdiri atas tiga
term. Yaitu term mayor, term minor dan term penengah.
Contoh:
PU : Semua atlet harus giat berlatih.
PK : Xantipe adalah seorang atlet.
K :
Xantipe harus giat berlatih.
Term mayor = Xantipe.
Term minor = harus giat berlatih.
Term penengah = atlet.
Kalau lebih dari tiga term, simpulan akan menjadi salah.
Contoh: Gambar itu
menempel di dinding.
Dinding itu menempel di tiang.
Dalam premis ini terdapat empat term, yaitu gambar yang
menempel di dinding dan dinding menempel ditiang. Oleh sebab itu, disini tidak
dapat ditarik kesimpulan.
b) Silogisme terdiri atas tiga
proposisi, yaitu premis mayor, premis minor dan simpulan.
c) Dua premis yang negatif tidak dapat
menghasilkan simpulan.
Contoh: Semua semut
bukan ulat.
Tidak seekor ulat pun adalah manusia.
d) Bilah salah satu premisnya negatif,
simpulan pasti negatif.
Contoh: PU :Tidak seekor gajah pun adalah singa.
PK : Semua gajah berbelalai.
K :
Jadi, tidak seekor singa pun berbelalai.
e) Dari premis yang positif, akan
dihasilkan simpulan yang positif.
Contoh: PU ; Semua
mahasiswa adalah lulusan SMA
PK :
Ujang adalah mahasiswa
K : Ujang adalah lulusan SMA
f)
Dari dua premis yang khusus, tidak
dapat ditarik satu simpulan.
Contoh: PU : Sebagian orang jujur adalah petani.
PK :
Sebagian pegawai negeri adalah orang jujur.
K : Jadi, . . . (tidak ada
simpulan)
g) Bila salah satu premis khusus,
simpulan akan bersifat khusus.
Contoh: PU : Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA.
PK :
Sebagian pemuda adalah mahasiswa.
K :
Jadi, sebagian pemuda adalah lulusan SLTA.
h) Dari premis mayor yang khusus dan
premis minor yang negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh: PU :
Beberapa manusia adalah bijaksana.
PK : Tidak seekor binatang pun
adalah manusia.
K : Jadi, . . . (tidak ada
simpulan)
b. Silogisme
Hipotesis
Silogisme hipotesis adalah silogisme yang terdiri atas pernyataan umum,
pernyataan khusus, dan kesimpulan. Akan tetapi, premis umumnya bersifat
pengandaian. Hal ini ditandai adanya penggunaan konjungsi jika dalam pernyataannya. Dengan demikian, pernyataan umumnya
dibentuk oleh dua bagian. Bagian pertama disebut anteseden dan bagian keduanya disebut konsekuensi. Sementara itu, pernyataan khususnya menyatakan kenyataan
yang terjadi, yang kemungkinannya hanya dua: sesuai atau tidak sesuai dengan
yang diandaikannya itu.
Contoh PU : jika saya lulus ujian, saya akan melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi.
(anteseden) (konsekuensi)
c.
Silogisme
Alterntif
Silogisme ini menggunakan pernyataan umum yang memiliki dua alternatif.
Jika alternative satu itu benar menurut pernyaataan khususnya, alternatif yang
lain itu salah.
Contoh:
PU ; Lampu temple ini akan mati apabila minyaknya
habis atau sumbunya
pendek.
PK
; Lampu ini mati, tetapi
minyaknya tidak habis.
K
: Lampu ini mati karena sumbunya
pendek.
d. Entimen
Sebenarnya silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari,
baik dalam tulisan maupun dalam lisan. Akan tetapi, ada bentuk silogisme yang
tidak mempunyai premis mayor karena premis mayor itu sudah diketahui secara
umum. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Contoh:
PU ; Semua sarjana adalah orang
cerdas.
PK ; Ali adalah seorang sarjana.
K : Jadi, Ali adalah orang cerdas.
Dari
silogisme ini dapat ditarik satu entimen, yaitu “Ali adalah orang cerdas
karena dia adalah seorang sarjana”.
Beberapa contoh entimen:
Dia menerima hadiah pertama karena
dia telah menang dalam sayembara itu.
Dengan demikian, silogisme dapat dijadikan
entimen. Sebaliknya, sebuah entimen juga dapat diubah menjadi silogisme.
C. BERNALAR SECARA INDUKTIF
Penalaran induktif dilakukan
terhadap fakta-fakta khususuntuk kemudian dirumuskan sebuah kesimpulan.
Kesimpulan ini mencakup semua fakta yang khusus.
Contoh :
Sejak suaminya meninggal dunia dua tahun yang lalu, Ny.
Ahmad sering sakit. Setiap bulan ia pergi
ke dokter memeriksakan sakitnya. Harta peninggalan suaminya semakin menipis
untuk membeli obat dan biaya pemeriksaan, serta untuk biya hidup sehari-hari
bersama tiga orang anaknya yang masih sekolah. Anaknya yang tertua dan adiknya
masih kuliah di sebuah perguruan tinggi swasta, sedangkan yang nomor tiga masih
duduk di bangku SMA. Sungguh (kata kunci) berat beban hidupnya. (Ide
pokok)
Seperti
halnya penalaran duduktif, cara bernalar induktif juga terbagi kedalam beberapa
macam. Yakni:
1. Generalisasi
Generalisasi ialah proses penalaranyang megandalkan beberapa pernyataan
yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum.
Dari beberapa gejala dan data, kita ragu-ragu mengatakan bahwa “Lulusan sekolah
A pintar-pintar.” Hal ini dapat kita simpulkan setelah beberapa data sebagai
pernyataan memberikan gambaran seperti itu.
Contoh:
Jika
dipanaskan, besi memuai.
Jika
dipanaskan, tembaga memuai.
Jika
dipanaskan, emas memuai.
Jadi,
jika dipanaskan semua logam akan memuai.
Benar atau tidak benarnya rumusan
kesimpulan secara generalisasi, itu dapat dilihat dari hal-hal berikut.:
1) Data
itu harus memadai jumlahnya. Semakin banyak data yang dipaparkan, semakin benar
simpulan yang diperoleh.
2) Data
itu harus mewakili keseluruhan. Dari data yang sama itu akan dihasilkan
simpulan yang benar.
3)
Pengecualian perlu diperhitungkan karena data-data yang mempunyai sifat khusus
tidak dapat dijadikan data.
Contoh generalisasi yang tidak
sahih;
a)
Orang garut suka rujak
b) Makan
daging dapat menyebabkan penyakit darah tinggi.
c) Orang
malas akan kehilangan banyak rejeki.
2. Analogi
Analogi adalah cara bernalar dengan membandingkan dua hal yang mempunyai
sifat yang sama.
Contoh:Nina adalah
lulusan akademi A.
Nina
dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Ali
adalah lulusan akademi A.
Oleh
sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Tujuan penalaran secara analogi adalah sebagai
berikut.
1) Analogi
dilakukan untuk meramalkan sesuatu.
2) Analogi
dilakukan untuk menyingkap suatu kekeliruan.
3) Analogi
digunakan untuk menyusun klasifikasi.
3.
Hubungan Kausal
Hubungan kausal adalah penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang
memiliki pola hubungan sebab akibat. Misalnya, tombol ditekan, akibatnya bel
berbunyi. Dalam kehidupan kita sehari-hari, hubungan kausal ini sering kita
temukan. Hujan turun dan jalan-jalan becek. Ia kena penyakit kanker darah
dan meninggal dunia. Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, terdapat
tiga pola hubungan kausalitas. Yaitu sebagai berikut:
a. Sebab-Akibat
Sebab-akibat ini berpola A menyebabkan B.
Disamping itu, hubungan ini dapat pula berpola A menyebabkan B, C, D, dan
seterusnya. Jadi, efek dari satu peristiwa yang dianggap penyebab kadang-kadang
lebih dari satu.
Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, diperlukan kemampuan
penalaran seseorang untuk mendapatkan simpulan penalaran. Hal ini akan terlihat
pada suatu penyebab yang tidak jelas terhadap sebuah akibat yang nyata. Kalau
kita melihat sebiji buah mangga terjatuh dari batangnya, kita akan
memperkirakan beberapa kemungkinan penyebabnya. Mungkin mangga itu ditimpa
hujan, mungkin dihempas angin, dan mungkin pula dilempari anak-anak. Pastilah
salah satu kemungkinana itu yang menjadi penyebabnya.
b. Akibat-Sebab
Dalam pola
ini kita memulai dengan peristiwa yang menjadi akibat. Peristiwa itu kemudian
kita analisis untuk dicari penyebabnya.
Contoh ;Kemarin pak
maman tidak masuk kantor. Hari inipun tidak. Pagi tadi istrinya pergi ke apotek membeli obat. Oleh
karena itu, pasti Pak Maman sedang sakit.
c.
Sebab Akibat -1
Akibat -2
Suatu
penyebab dapat menyebabkan serangkaian akibat. Akibat pertama berubah menjadi
sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikianaalah seterusnya, hingga timbul
arangkaian beberapa akibat.
Contoh:
Mulai
bualan mei 2012, harga beberapa jenis BBM direncanakan akan mengalami kenaikan.
Terutama premium dan solar. Hal ini karena pemerintah ingin mengurangi subsidi dengan
harapan supaya ekonomi Indonesia kembali berlangsung normal. Dikarenakan harga
bahan bakar naik, sudah barang tentu biaya angkutan pun akan naik pula. Jika
biaya angkutan naik, harga barang pasti ikutn naik. Naiknya harga barang akan
dirasakan berat oleh masyarakat. Oleh karena itu, kenaikan harga barang harus
diimbangi dengan usaha menaikan pendapatan rakyat.
BAB 3
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari berbagai
penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa penalaran dalam prosesnya ada 2
macam, yaitu penalaran Deduktif dan penalaran Induktif.
Penalaran
Deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih
dahulu, untuk seterusnya diambil kesimpulan yang khusus. Penalaran Induktif adalah metode yang
digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari bentuk penalaran deduktif. Yakni
menarik suatu kesimpulan dari fakta- fakta yang sifatnya khusus, untuk kemudian
ditarik kesimpulan yang sifatnya umum.
B.
SARAN
Sebagai
seorang mahasiswa, kita dianjurkan untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan
penalaran. Karena jika seseorang telah tahu apa yang dimaksud dengan penalaran,
baik yang sifatnya deduktif atau induktif, akan mempengaruhi terhadap pola
pikir yang ia kembangkan. Baik dalam menghadapi suatu masalah atau untuk
menyimpilkan suatu masalah. Maka proses penalaran ini harus kita ketahui,
bahkan pahami dengan sebenar-benarnya.
DAFTAR PUSAKA